Sabtu, 30 Januari 2016

Tidak ada alasan

Ada hal aneh yang terjadi dalam diriku. Aku tidak punya alasan mengapa aku tertarik padamu. Bukan karena cantiknya dirimu, spesialnya dirimu, cerdasnya dirimu, berbakatnya dirimu, sholihahnya dirimu. Aku tak tahu. Sejak pertama melihatmu di Stadium General Pascasarjana 2014 yang lalu aku tertarik padamu. Diam-diam mencari tahu. Stalker. Selama bisa diakses tidak ada salahnya kan. Banyak ide kita yang berbeda.

Dahulu, cukup lama aku terjerembab di dunia hitam dan mengetahui seperti apa pola pembusukannya. Dan aku akui juga pernah salah. Namun bukankah orang baik bukanlah orang yang tak pernah salah. Namun orang yang mau memperbaiki kesalahan. Dan Subhanallah. Berkumpul dengan anak-anak yang berhati bersih membuat diriku terasa disiram. Maaf, pengalaman masa laluku membuatmu terkejut. Namun aku sudah memutuskan jalan ini. Jalan kebenaran. Standarnya ya Al-Qur'an dan Hadis. Perbanyak mempelajari siroh. Dan saya bersyukur disaat hampanya diri ini atas rasa kekotoran yang menempel pada diri ada kitab yang memberiku semangat untuk bangkit. Buku usang yang pernah kebanjiran dengan kertas coklatnya. Kitab Riyadhus Sholihin. Bab 1 Niat, Bab 2 Taubat, bab 3 Sabar. Saya memulai hidup yang baru.

Tempat yang baru, yang saya harapkan juga adalah cinta yang baru. Maaf aku tak pernah mengatakan aku mencintaimu. Karena bukan haknya. Bagaimana mungkin saya mengatakan cinta kepada orang yang bukan istri saya. Tidak romantis, tidak pengertian, tidak perhatian. Saya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Cerewet, suka bercanda. Saya tidak bisa berpura-pura kalem, sok cool. Saya tahu dimana tempatnya saya harus nampak berwibawa. Saya pun tahu dimana saya bisa berbicara dengan serius, tegas, santun dan meyakinkan. Semua berasal dari hati. Semua masalah waktu. Biarkan Allah yang mempertemukan kita jika berjodoh. Jika memang tidak, yakinlah Allah tahu yang terbaik buat kita. Maaf, atas sikapku selama ini.

Apapun kata-katamu, jawaban dari hal-hal yang tidak aku pernah tanyakan aku hargai. Belum waktunya aku berbicara. Biarkan berjalan dengan apa adanya. Fokus pada kuliahmu, bisnismu, orang tuamu. Kita akan lihat seperti apa jalan yang Allah beri.

Selasa, 05 Januari 2016

Saya suka bercerita tetapi tidak pandai menulis cerita

Sejak kecil saya punya kebiasaan khusus bersama teman-teman. Untuk orang-orang di kalangan Papua atau daerah Indonesia timur pasti terbiasa dengan mop. Biasanya kami berkumpul lalu satu persatu kawan akan bercerita hal-hal yang lucu dan kami tertawa bersama. Saya pun juga suka bercerita mop. Bahkan sekarang kumpulan cerita-cerita mop itu sudah difilmkan oleh salah satu home production di Kota Merauke Papua.

Kita sering lihat Arie Kriting atau Abdur di acara stand up comedy. Ada statemen yang menarik dari Abdur yang mengutip kata Arie Kriting, “sebenarnya kita yang dari timur itu punya bakat untuk mengungkapkan hal-hal yang lucu namun tidak banyak yang bisa menjadi public speaker”. Artinya hanya sedikit yang berani tampil di public menjadi pembicara yang terstruktur. Karena stand up comedy sedikit berbeda dengan mop.
Bicara tentang bercerita, bakat anak-anak Indonesia timur ini bisa dikembangkan untuk menjadi pendongeng. Karena kemampuan dasarnya ada. Ini pula yang saya rasakan. Saya bukan orang yang pandai bercerita. Saya pun masih mencoba-coba. Kenangan saya ketika SD dan memiliki guru yang pandai bercerita membuat semua dongeng-dongeng itu masih melekat erat dalam benak saya. Bapak saya pun juga suka bercerita. Tapi jangan kira saya punya buku cerita. Saya suka baca buku yang ada gambarnya. Dan saya punya kebiasaan buruk, kalau lagi nonton rame-rame sama teman dan ternyata filmnya saya sudah nonton kadang saya bercerita alur ceritanya. Sering teman-teman bilang “E… Sigit ko diam! kalo ko su nonton ko diam saja. Tong mau nonton bukan mau dengar ko pu cerita.”

Bersyukurnya berarti ingatan saya akan cerita lumayan kuat. Saya mulai membaca buku cerita dari perpustakaan daerah. Buku yang menarik saya baca adalah kisah 4 imam mazhab, kisah sahabat, Ada juga komik Boy Action, Kungfu Boy, dan Doraemon. Namun saya melihat perkembangannya kini sedikit guru yang melupakan pentingnya bercerita. Padahal jika guru bisa bercerita dan itu tertanam dalam benak siswa itu akan lebih kuat ketimbang pengaruh televisi. Saya tertarik ketika menonton Kak Bimo di TVRI sedang mendongeng. Saya pun mulai semangat untuk bercerita. Saya pun mengajar di SDIT Qurrota A’yun Abepura. Dan kesukaan saya adalah duduk melingkar bersama anak-anak dan mulai bercerita. Saya agak gak terima jika disebut mendongeng. Karena rata-rata yang saya ceritakan adalah kisah para Nabi dan orang-orang sholih.

Namun aktivitas saya di SDIT Qurrota A’yun tidak lama. Saya lama tidak bercerita lagi. Tapi Ust. Sunardi membagi pengalamannya tentang dirinya yang selalu bercerita sebelum anaknya tidur. Bersyukur saya sampai di Yogyakarta. Pernah sekali melihat bagaimana Kak Bimo mendongeng. Walaupun belum sempat beli bukunya kak Bimo. Tapi saya ingin bisa membawa ilmu ini ke Jayapura. Saya pun kini mengajar di SDIT Khoiru Ummah Sleman. Kemarin, 4 Desember 2015 untuk pertama kalinya saya bercerita di depan 95 siswa-siswi. Alhamdulillah mereka antusias dan senang sekali. Dan mulai semester ini juga saya memulai mengajar PAI. Semoga barokah.

Satu kelemahan saya yang perlu saya akui. Saya tidak pandai menulis cerita tapi saya berharap bisa berdakwah dengan bercerita. Dan kini mulai banyak membaca buku lagi. Ingin rasanya konsep Siroh Nabawiyah bisa menjadi hal menarik ketika diceritakan pada anak-anak.