Minggu, 04 Oktober 2015

SHOLAT DI DALAM BUS

Saya memahami tentang rukhsoh sholat di perjalanan. Kalau dulu transportasi masih menggunakan unta, maka sahabat Rasulullah SAW sholat di atas unta selama dalam perjalanan. Di zaman saat ini ketika kita harus menggunakan transportasi yang perjalanannya sudah terjadwal dan tidak mungkin bagu kita untuk meminta berhenti dalam perjalanan maka rukhsos tersebut digunakan. Dalam perjalanan dari Jayapura ke Yogyakarta misalnya dengan menggunakan pesawat terbang saya harus sholat dalam keadaan duduk di kursi saya. Saya pernah melakukan sholat dzuhur dan ashar di pesawat sedangkan magrib dan Isya’nya saya sholat di mushola bandara Soekarno-Hatta ketika pesawat sedang transit. 

Saya pun juga melakukan sholat ketika dalam perjalanan Yogyakarta-bandung dengan kereta api. Hal tersebut saya lakukan untuk menjaga-jaga jika saya sampai di Bandung kesorean hingga waktu Ashar telah habis. Maka saat itu saya menjamak sholat dzuhur dan ashar di waktu dzuhur. Saya sholat duduk di dalam kereta api. Anehnya dalam satu gerbong hanya saya yang melakukan. Terkadang saya berpikir apakah Cuma saya sendiri yang sholat. Namun pikiran tersebut hilang ketika saya melakukan perjalanan dari Yogyakarta-Semarang dengan bis. Saat itu bis berangkat pukul 14.15. ketika masuk Ashar maka saya sholat sambil duduk di dalam bis. Ketika bis sampai di Magelang ada penumpang yang naik dan duduk di sebelah saya. Dan ia pun sholat dalam keadaan duduk pula. Ternyata saya tidak sendirian. Kadang muncul keragu-raguan dalam diri saya ketika mengambil rukhsoh dan melihat saya sendirian. Memang tabiat manusia butuh teman untuk meyakinkan.

MERAIH KEKUASAAN BUKAN TUJUAN

Gak papa ya! Lagi-lagi kita ngomongin politik. Tapi ngomong-ngomong di sekitar kita untuk hal-hal kecil kita sudah berpolitik loh. Coba tanya deh sama yang pernah pacaran, pasti punya siasat, trik-trik untuk dapetin si-doi. Itu politik juga loh. Ada juga loh yang pakai trik-trik tapi bukan buat pacaran tetapi buat melamar si dambaan hati untuk di jadikan istri. Sama-sama pakai siasat, sama-sama pakai trik, tetapi tujuannya sama atau beda? Ya bedalah yang pacaran jelas belum halal ya dosa lah! Yang melamar, kalau jadi nikah kan berpahala ibadah tuh…

Sekalian saya minta doanya sama para pembaca semoga saya dipertemukan oleh sosok bidadari syurga, mar’atus sholihah, perhiasan yang paling indah yang akan selalu mendampingiku dalam menjalankan amanah-amanah di dunia ini. Kata wali “kamu adalah amanah untukku” iya kamu… eh… bukan kamu itu loh di belakang kamu….eh… bukan…eh.. bisa jadi.

Waduh kok jadi ngomongin jodoh, (maklum jomblo jatuh tempo). Lanjut deh kita bahas tentang kekuasaan. Bro dan sist sekalian… kira-kira kalau kita nunjuk ketua kelas, kita yakin dia pemimpin kita? Pejabat di atas kita apa itu pemimpin kita? Coba deh pelajari kisah pemimpin-pemimpin hebat seperti jendral Sudirman. Dia pemimpin tetapi bukan penguasa kan. Kenapa demikian… Karena penguasa konotasinya negatif.

Ini alasan mengapa Penguasa di konotasikan negatif: Apa yang ada dalam bayangan kalian jika ada istilah :
  1. Penguasa pasar
  2. Penguasa terminal
  3. Penguasa blok M
Pasti bayangannya bukan yang pakai dasi, stelan jas sama kopiah. Hayo jujur…..

Buat yang pernah nonton film preman pensiun pasti ngerti maksud saya. Konotasi negatif ini memang sulit dihindari. Maka saya masih yakin adanya partai Islam di negeri ini bukan untuk meraih kekuasaan. Mengapa?? Karena negeri ini pun juga gak punya kuasa apa-apa sama asing? Kok bisa? Karena rakyatnya NPWP (nomor piro wani piro). Halo rakyat yang pernah nerima uang sogokan. Demi Allah, uang sogokan itu pasti akan ditanya sama Allah..

Tapi saya masih percaya. Masih ada politikus yang memiliki tujuan yang mulia. Mungkin di antara kita ada yang menjustis mereka kotor, gak peduli. Kita tidak pernah tahu bisa jadi ada puluhan anak yatim yang ia biayai pendidikannya, ia yang lebih banyak sedekahnya, bisa jadi dengan pikiran yang rumit dia lebih sering tahujudnya dibanding kita. Kita tak pernah tahu.

Kalau bukan kekuasaan lalu apa yang dicari? Coba buka deh Surat Yusuf. Ada kisah dimana Nabi Yusuf As yang merasa mampu menjadi bendahara Mesir maka ia mengajukan diri. Pasti diantara kita ada yang bilang “Dia kan nabi, pasti dapat petunjuk Allah.” Ora ngono yo!!!
Nabi Yusuf As ketika di bawa ke Istana ia mendapat pendidikan dari orang-orang istana, sehingga ia menjadi orang yang cerdas. Kalau gak cerdas bagaimana mungkin ia bisa berkata “sesungguhnya penjara lebih aku cintai.” Ada muatan politiknya loh itu. Agar nabi Yusuf terhindar dari bujukan-bujukan para wanita Mesir. Kita belum tentu kuat.
Ada dua pilihan bagi kita. Kita ingin menjadi generasi pengganti atau generasi yang diganti? Apa siap kita menjadi orang-orang yang akan mengganti mereka yang tidak amanah dengan tugas yang diberikan. Jangan ribut mencari pemimpin yang ideal, mengapa tidak menjadikan diri sebagai pemimpin yang akan menggantikan mereka yang tidak layak mengatur negara ini.

Tidak harus menjadi pucuk pimpinan. Apapun posisi kita bagi Allah itu mulia selama kita amanah dalam menjalankan tugas kita.

Masuk Sistem atau gak?

Memasuki sistem pasti kita terpengaruh sistem. Ibarat sabun yang bersih masuk di tengah kotoran maka tetap kotorlah ia. Menurut saya logika ini adalah logika penghakiman (justifikasi) dari tampilan luar melalaikan eksistensi. Mengapa demikian? Karena sabunnya sedikit kotorannya banyak. Lalu mengapa kita tidak menjadi sabun yang besar untuk membersihkan kotoran yang kecil? Karena bagaimanapun eksistensi sabun adalah pembersih kotoran.


Logika perjuangan di luar sistem. Bro….Kalau saya mau ikut-ikutan merubah peraturan pertandingan karate maka saya harus masuk dalam organisasi World Karate Federation dan syaratnya banyak. Minimal Sabuk Hitam Dan V, Pernah Ujian Sabuk Hitam Internasional misalnya, Pernah menjadi wasit Juri tingkat WKF Championship. Kalau gak masuk WKF saya mau usul, mau teriak, tetap saja saya gak punya wewenang apa-apa.


Mempengaruhi penguasa, Saya bingung kalau soal ini. Bukan itu masalahnya bro. Apa kita kira bahwa presiden kita sekarang adalah penguasa Indonesia? Belum tentu bro. Lagian, namanya juga penguasa sulit dipengaruhi kecuali penguasa itu orang yang sevisi sejak awal (maksudnya kalau ente juga terlibat). Abu Sufyan aja harus dibuat bangkrut dulu baru bisa ngalah mau buka pintu Makkah sehingga terjadi peristiwa Fathul Makkah. Cari deh dalam Sejarah ada tokoh Quraisy yang punya kekuasaan terus sukarela mendukung dan merubah sistem. Apa ada? Raja Najashi saja (yang kita yakini masuk Islam) tidak merubah sistem pemerintahan di negerinya.

Ada satu lagi logika cabut rumput sampai ke akar. Mas bro… Kalau rumputnya sudah subur akarnya juga sudah besar dan dalam, butuh energi besar untuk mencabut sampai ke akar. Kalau Cuma potong rumput memang tidak ada gunanya. Mengapa tidak memakai cara menggali tanah pelan-pelan, merusak akar-akarnya sedikit demi sedikit seperti apa yang mereka lakukan dengan mendangkalkan aqidah kita. Tul Gak! Trus sekarang mau ngapain, mau biarin rumputnya tumbuh subur, gak mau mikirin yang kecil-kecil, Allah juga menghargai loh upaya kebaikan yang kecil-kecil. Sesungguhnya di mata Allah tidak ada hal yang sepele. baik itu sebuah kebaikan atau keburukan. (Baca lagi deh Surah Az-Zalzalah)

Ayyuhal muslimun. Kita saling membutuhkan sumbangsih antum semua. Yuk Fastabiqul khoirot.

KATANYA DAKWAH, KENAPA HARUS PARTAI?

Ini hasil perenungan saya saja. Tidak mengutip kata-kata siapapun. Jumlah Partai Islam dengan jumlah ormas Islam banyakan mana? Yang lebih kuat legalitas hukumnya Ormas atau Partai? Yang bisa langsung menyentuh ranah kebijakan agar tidak terjadi kebijakan yang salah, Ormas atau Partai? Orang dari ormas manapun bisa saja memilih 1 partai yang sama. Tapi jarang ada orang yang dari partai yang berbeda memilih Ormas yang sama. Kalau benar mungkin Cuma kebetulan, kalau salah setidaknya saya tidak memfitnah.

Zombie Style Generasi Muda Indonesia

Istilah zombie bukan hal yang baru namun sudah sangat di kenal. Banyak dari kita yang sudah pernah menonton film-film Hollywood tentang Zombie. Ada dua ciri-ciri zombie yang sangat mendasar yaitu berjalan tanpa gairah, tanpa arah dan ketika ada manusia hidup (makanan) mereka berebutan tak teratur. Entah disadari atau tidak generasi muda yang saat ini ada kehilangan semangat berkarya bahkan tanpa arah. Mereka yang ketika kecilnya bersemangat dan bangga atas cita-citanya ingin menjadi dokter, guru, presiden, pengusaha, dan lain-lain telah menghapus cita-citanya di SMA. Ketika ditanya kepada mereka yang melanjutkan studi dari SMP ke SMA misalnya alasan bukan lagi karena sekolah itu menunjang mereka mencapai cita-cita mereka tetapi lebih kepada terkenalnya sekolah, ada teman SMPnya di sekolah itu, atau alasan-alasan lainnya.
Tidak hanya di SMA bahkan di perguruan tinggi betapa banyak mahasiswa mengejar nilai namun ketika lulus hanya menjadi orang yang berbaris rapi meninggalkan masyarakatnya. Mengejar dan berebut pekerjaan bahkan sedikit yang menjadi solusi perbaikan di masyarakat. Jika kita tanyakan pada mahasiswa umumnya saat ini bagaimana pola belajarnya, klasiknya mengerjakan tugas sistem kebut semalam. Atau bahkan belajar hanya jika ada ujian saja. Demonstrasi tanpa mengajukan solusi. Efeknya setelah lulus menjadi lulusan tanpa arah hidup. Berdasarkan informasi Suara Pembaruan (27/3/2013) Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pencari kerja terbesar di Asia, yakni setiap tahun mencapai sekitar 30 juta pencari kerja (Jobseekers). Jumlah angkatan kerja pun meningkat tiap tahunnya.
Setiap ada pameran bursa kerja (job fair) maka yang ramai adalah para pemuda yang berebut pekerjaan. Namun keluhan pun ada karena pekerja yang berkualitas sedikit jumlahnya sehingga tidak mengherankan permasalahan pengangguran masih menjadi masalah utama di negeri ini. Menjadi PNS seakan menjadi harapan yang menjanjikan masa depan. Jumlah pelamar CPNS sudah menembus 2.603.780 orang," menurut Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik (HKIP) KemenPAN-RB Herman Suryatman (Liputan6.com, 13/10/2014). Sedangkan lowongan yang tersedia hanya ada 100.000.
Tantangan semakin berat ketika generasi muda saat ini mengalami kendala komunikasi. Kehilangan teman di dunia nyata. Ditambah lagi berduyun-duyunnya warga Negara asing ke negeri ini seharusnya membangunkan diri kita untuk bangkit dan semangat dalam berkarya. Slogan kerja-kerja-kerja tidak cukup. Namun berkarya, bekerja dan bermanfaat lebih tepat bagi kita agar adanya kita bukanlah sekelompok zombie yang berebut makanan namun menjadi manusia yang paripurna dengan jiwa sosial yang tinggi.