Gak papa ya!
Lagi-lagi kita ngomongin politik. Tapi ngomong-ngomong di sekitar
kita untuk hal-hal kecil kita sudah berpolitik loh. Coba tanya deh
sama yang pernah pacaran, pasti punya siasat, trik-trik untuk dapetin
si-doi. Itu politik juga loh. Ada juga loh yang pakai trik-trik tapi
bukan buat pacaran tetapi buat melamar si dambaan hati untuk di
jadikan istri. Sama-sama pakai siasat, sama-sama pakai trik, tetapi
tujuannya sama atau beda? Ya bedalah yang pacaran jelas belum halal
ya dosa lah! Yang melamar, kalau jadi nikah kan berpahala ibadah tuh…
Sekalian saya
minta doanya sama para pembaca semoga saya dipertemukan oleh sosok
bidadari syurga, mar’atus sholihah, perhiasan yang paling indah
yang akan selalu mendampingiku dalam menjalankan amanah-amanah di
dunia ini. Kata wali “kamu adalah amanah untukku” iya kamu… eh…
bukan kamu itu loh di belakang kamu….eh… bukan…eh.. bisa jadi.
Waduh kok jadi
ngomongin jodoh, (maklum jomblo jatuh tempo). Lanjut deh kita bahas
tentang kekuasaan. Bro dan sist sekalian… kira-kira kalau kita
nunjuk ketua kelas, kita yakin dia pemimpin kita? Pejabat di atas
kita apa itu pemimpin kita? Coba deh pelajari kisah pemimpin-pemimpin
hebat seperti jendral Sudirman. Dia pemimpin tetapi bukan penguasa
kan. Kenapa demikian… Karena penguasa konotasinya negatif.
Ini alasan
mengapa Penguasa di konotasikan negatif: Apa yang ada dalam bayangan
kalian jika ada istilah :
Penguasa pasar
Penguasa
terminal
Penguasa blok
M
Pasti
bayangannya bukan yang pakai dasi, stelan jas sama kopiah. Hayo
jujur…..
Buat yang
pernah nonton film preman pensiun pasti ngerti maksud saya. Konotasi
negatif ini memang sulit dihindari. Maka saya masih yakin adanya
partai Islam di negeri ini bukan untuk meraih kekuasaan. Mengapa??
Karena negeri ini pun juga gak punya kuasa apa-apa sama asing? Kok
bisa? Karena rakyatnya NPWP (nomor piro wani piro). Halo rakyat yang
pernah nerima uang sogokan. Demi Allah, uang sogokan itu pasti akan
ditanya sama Allah..
Tapi saya masih
percaya. Masih ada politikus yang memiliki tujuan yang mulia. Mungkin
di antara kita ada yang menjustis mereka kotor, gak peduli. Kita
tidak pernah tahu bisa jadi ada puluhan anak yatim yang ia biayai
pendidikannya, ia yang lebih banyak sedekahnya, bisa jadi dengan
pikiran yang rumit dia lebih sering tahujudnya dibanding kita. Kita
tak pernah tahu.
Kalau bukan
kekuasaan lalu apa yang dicari? Coba buka deh Surat Yusuf. Ada kisah
dimana Nabi Yusuf As yang merasa mampu menjadi bendahara Mesir maka
ia mengajukan diri. Pasti diantara kita ada yang bilang “Dia kan
nabi, pasti dapat petunjuk Allah.” Ora ngono yo!!!
Nabi Yusuf As
ketika di bawa ke Istana ia mendapat pendidikan dari orang-orang
istana, sehingga ia menjadi orang yang cerdas. Kalau gak cerdas
bagaimana mungkin ia bisa berkata “sesungguhnya penjara lebih aku
cintai.” Ada muatan politiknya loh itu. Agar nabi Yusuf terhindar
dari bujukan-bujukan para wanita Mesir. Kita belum tentu kuat.
Ada dua pilihan
bagi kita. Kita ingin menjadi generasi pengganti atau generasi yang
diganti? Apa siap kita menjadi orang-orang yang akan mengganti mereka
yang tidak amanah dengan tugas yang diberikan. Jangan ribut mencari
pemimpin yang ideal, mengapa tidak menjadikan diri sebagai pemimpin
yang akan menggantikan mereka yang tidak layak mengatur negara ini.
Tidak harus
menjadi pucuk pimpinan. Apapun posisi kita bagi Allah itu mulia
selama kita amanah dalam menjalankan tugas kita.