Minggu, 14 September 2014

Ketika yang terjadi adalah Jiwa-jiwa Yang Tersandera

Pernahkah kita melihat seseorang yang jahat berubah menjadi baik atau orang baik menjadi jahat. Yah. Lagi-lagi justifikasi. Banyak yang mengecap orang jahat akan selamanya jahat dan yang baik akan selamanya baik. Secara tidak langsung kita telah menutup kesempatan orang untuk berubah. Yang benar adalah tidak ada orang jahat yang permanen dan tidak ada orang baik yang permanen.

Bagi yang menyadari akan mengatakan tak ada manusia di dunia ini yang luput dari dosa dan kesalahan. Tak ada manusia di dunia ini yang pernah bebas dari pernah menzholimi orang lain. Kita tak pernah tahu hati siapa yang pernah kita sakiti. Permasalahannya dimana jiwa kita? Apakah jiwa kita ini kita bawa dalam proses perbaikan diri ataukah menjadi jiwa-jiwa yang terpenjara dalam keburukaan sebelumnya dan tak pernah move on dalam kebaikan.

Sama dengan saya, saya pun bukan makhluk sempurna. Tulisan ini sama sekali tidak berniat mengajari hanya sebagai sebuah refleksi dari apa yang saya lihat dan rasakan selama ini. Jiwa-jiwa terpenjara itu nampak ketika ia tidak semakin memperbaiki diri. Justru merasa kotor dan tak akan pernah bersih. Lalu tugas siapa untuk menolong mereka yang jiwa-jiwanya terpenjara menjadi jiwa yang bebas dan kembali pada kefitrahan.

Pernahkah kita memikirkan perasaan seorang pendosa besar ketika ia ingin berubah namun sulit rasanya. Apalagi jika ia masih bujangan. Setiap orang menginginkan jodoh yang baik walaupun ia sadar bahwa dirinya belum baik. Yang dirasakannya adalah kegundahan seakan kehilangan kepantasan pada dirinya. Kegundahan yang sama yang kadang menggoda seorang hamba untuk memenjarakan jiwanya dalam kurungan syaitan. Berat…

Siapa bilang taubat itu mudah? Sesudah taubat maka urusan beres. Ternyata belum. Bahkan tak ada seorang pendosa pun yang bertaubat yang tahu apakah taubatnya diterima oleh Allah atau tidak. Harapan dan harapan terus di sampaiakan dalam setiap doanya. Yang sudah bertaubat saja masih galau lalu bagaimana yang tidak bertaubat?

Ya, Benar. Taubat itu harus diikuti dengan perbaikan diri. Perbaikan diri inilah yang sulit. Ya, karena lingkungan masih ada yang membicarakan keburukannya yang bisa saja membuat jiwanya kembali terpenjara. Disinilah ujian taubat sebenarnya. Jika ia bisa senantiasa memperbaiki diri. Proses panjang itu sendiri yang akan merubah imejnya sehingga menutupi masa kelamnya dulu.

Ujian kedua pun tiba. Namun saya sulit menuliskan sebuah kesimpulan sehingga membuka peluang kepada pembaca untuk menyampaikan pendapatnya yang Insya Allah membuka jiwa-jiwa yang terpenjara itu.


Jika ada mantan pendosa besar, ia mantan pemabuk, mantan pezina, mantan pembunuh lalu ia bertaubat dan memperbaiki dirinya selama bertahun-tahun. Apakah ia pantas mendapat pendamping hidup yang sholeh atau sholehah?  

Sabtu, 13 September 2014

KITA MENJADI SESUATU BUKAN KARENA DIRI KITA SENDIRI



Pernahkah kita melihat tahu isi. Sebuah makanan gorengan yang banyak diminati masyarakat Indonesia. Enak rasanya. Pecinta gorengan pasti akrab dengan tahu isi. Bahkan tahu isi bisa juga dijadikan teman makan nasi ketika virus kanker (kantong kering) di tanggal tua menyerang dompet kita. Namun pernahkah kita berpikir siapa saja yang terlibat dalam proses terjadinya tahu isi???

Mari kita analisis:
Untuk mendapatkan tahu kita harus membelinya di pasar dari penjual tahu, penjual tahu mendapatkan tahu dari pabrik tahu yang pegawainya terdiri dari banyak orang, Tahu itu berasal dari kedelai yang dibeli dari penjual kedelai, Penjual kedelai mendapatkan kedelai petani kedelai, Petani kedelai butuh bibit, pupuk dan itu di dapat penjual dan seterusnya. Coba bayangkan untuk mendatangkan tahu berapa banyak keterlibatan orang lain. Itu baru tahu, belum taugenya, terigunya, minyak gorengnya. Bagi yang memahami hukum sebab akibat akan mudah mengerti hal ini.

Mungkin ada yang bertanya apaan sih hal beginian dipikirin. Bukan tentang tahu isi yang saya harapkan untuk kita pikirkan namun hal lain yang bisa saja merupakan analogi dari kasus yang sama.

Saat ini ada diantara kita yang telah mendapatkan sesuatu hal yang dirasanya baik. Rizki yang baik, Jodoh yang baik, dan Jabatan yang baik. Pernahkah kita berpikir apa yang kita dapatkan saat ini adalah jasa dari orang yang membantu kita dengan tulus baik langsung maupun tidak langsung.

Jasa ini bisa berupa bantuan, saran, motivasi, dukungan, bahkan ada juga yang berupa cacian, makian, ejekan bahkan kekecewaan. Manusia adalah pembelajar jika ia ingin terus bergerak maju. Mulai agak mudeng????? Ok kita lanjut.

Pernahkah kita merenung apa yang kita capai hari ini adalah andil dari orang lain walaupun ia tidak berperan langsung. Misalnya orang yang mendapatkan Istri yang Sholihah bersyukur karena ia pernah kecewa di tolak oleh wanita yang dicintainya. Andaikan waktu itu ia diterima ia tak kan pernah mendapatkan wanita sesholehah istri yang ia dapatkan saat ini. Begitupun dalam kasus yang lainnya. Saya tidak mungkin ada di Jogja jika bukan karena Jasa Atasan saya juga dukungan kawan-kawan dan penolakan wanita yang ingin saya nikahi. Bagi saya semua akan menjadi berkah jika kita ikhlas.

Ust. Yusuf Mansyur pernah bercerita. Ia bertemu seorang penjual bubur yang ikut sholat berjamaah dengan tato ditangannya. Ust Yusuf bertanya :” maaf ni bang, saya demen banget lihat abang sholat berjamaah di masjid. Kalau boleh tahu bang pengen tahu sejarah tu tato.” Lalu apa jawab dari si penjual bubur itu. “Saya dulu preman ustadz, Ni badan penuh tato, lalu sesuatu menimpa saya dan saya di tolong oleh Allah. Dan saya berterima kasih karena hidayah ini datang justru dari do’a-do’a muslimin dan muslimat yang tidak saya kenal. Saya bersyukur sekali”.
“Maksud ente do’a yang mane?”
“ Allahummghfir lilmuslimin wal muslimat, wal mukminin wal mu’minat”
Bukankah itu do’a yang sering kita baca. Dampaknya luar biasa. Dan Allah punya cara yang tidak biasa ketika memberikan jalan.

Apa jadinya kita saat ini tentunya bukan karena rencana-rencana dan dari tangan kita sendiri. Apa yang kita dapatkan saat ini karena apa yang kita alami dengan orang lain melalui tangan-tangan yang tak terlihat yaitu kekuasaan Allah yang tak pernah kita pikirkan. Maka berterima kasihlah kepada orang yang pernah menyakitimu dan mengecewakanmu. Karena melalui itu Allah telah menyelamatkanmu. Dan yang tak pernah dilupakan adalah kebaikan-kebaikan orang lain yang telah berperan membawamu menuju kondisi saat ini.

SO… BERSYUKUR TIADA HENTI……
Sabar membuatmu Bersyukur. Syukur membuatmu Bersabar!


Sigit Purwaka, S. Pd.I
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi PGMI Konsentrasi PAI

PENJARA SUCI ATAU ISTANA SUCI



Istilah ini bukan buatan saya dan bukan sebuah anekdot yang memiliki niat buruk namun sebuah untaian kata yang indah untuk menggambarkan tentang kesucian itu sendiri. Sebuah kata yang mencul dari ngobrol-ngobrol bersama guru saya yang lebih saya anggap seperti ibu saya sendiri. Ibu Sa’adah atau yang sering saya panggil ummy dan Bapak Asikin yang lebih dekat saya panggil abah. Tentang keponakannya yang sulit sekali di atur di masa SMPnya lalu disekolahkan ke sebuah Pesantren di Yogyakarta. Aku lupa pesantren apa namanya. Proses itu tidak mudah karena gejolak pertentangan itu selalu muncul dari dirinya ketika ia harus sekolah lebih setahun untuk masa penyesuaian. Namun kini perubahan besar itu terjadi. Ya kata penjara suci itu muncul darinya. Ia menjadi begitu… Subhanallah.

Mengapa penjara??? Kata penjara identik dengan buruk, kriminal, dan berbagai macam kehinaan di dalamnya. Tapi apakah kita lupa bahwa nabi Yusuf As pernah mengatakan bahwa “Saya lebih mencintai penjara”. Apakah kita lupa bahwa Imam Ahmad bin hambal, Imam Syafi’I, Ibnu Sina, Hamka, Sayyid Qutb, Syaikh Ahmad Yasin, Soekarno, Moh. Hatta, dan orang-orang besar melaui hidupnya dipenjara. Ternyata penjara tak seseram itu. Bahkan penjara sudah merubah imej menjadi lembaga pembinaan. Maka Narapidana tidak lagi disebut napi namun disebut warga binaan.

Secara fisik penjara membatasi ruang gerak dengan aturan-aturan. Kemiripan ini yang membuat identik antara penjara dan pesantren. Tentunya di pesantren juga kita mengalami hal yang sama. Aturan yang banyak, jadwal yang padat, waktu yang mengikat. Padahal semua itu berhubungan dengan persepsi atau cara pandang kita.

Namun pernahkah kita pikirkan bahwa putri-putri raja dalam dongeng itu dibatasi geraknya hanya di sekitar istananya saja. Hal ini membuatnya terjaga dari gangguan yang bisa saja mengancam kehormatan bahkan nyawanya. Bagi pengeran ia dibatasi tembok tinggi untuk fokus belajar berbagai ilmu agar ketika ia harus berhadapan dengan realita di luar tembok besar pikirannya mulai bekerja dan dapat bersikap bijaksana. Semua telah dipersiapkan dengan matang.

Dari sebuah analogi ini. Apakah kita merasa pesantren adalah penjara suci ataukah istana suci. Semua kembali pada cara pandang kita masing-masing. Aku bukanlah santri hanya seseorang yang mencoba untuk membaca realita yang terjadi disekitar dengan sudut pandang berbeda. Aku Lulusan SD sampai SMA Negeri di kota paling timur Indonesia. Kuliah di sebuah PTAIN di Kota yang sama. Tak pernah sekalipun masuk pesantren kecuali pesantren kilat. Di Kota Pelajar ini justru diamanahkan membina anak-anak di sebuah Islamic Boarding School. Saya hanya bisa mengatakan pada mereka. Kalian adalah calon pemimpin negeri ini sebagaimana Pangeran yang dididik dengan batasan sebagai latihan kedisiplinan dan bekal agama untuk menjadi generasi pengganti para pemimpin yang bobrok saat ini.

So,….. Cintai Istana ini.

Sigit Purwaka, S. pd.I
Tegalsari Jomblangan Banguntapan Bantul, 13 September 2014
Musyrif in Islamic Boarding School in SMAIT Abu Bakar Yogyakarta

KETIKA SEMUANYA DITARGET



Jujurlah pada diri kita bahwa diantara kita telah membuat target-target sejak kita masih kecil. Masih ingatkah kita ketika kita lewat di toko mainan kita sudah mentarget kita ingin mainan yang yang paling menarik menurut kita yang akan kita minta untuk dibelikan oleh ayah dan ibu kita. Itulah target.

Kita pernah dengar ada pepatah jadilah seperti air yang mengalir. Tapi kata Dahlan Iskan kalau mau jadi air yang mengalir maka jadilah air yang mengalir deras. Kita memang tidak mengetahui tentang masa depan dari masing-masing kita. Namun bukan berarti kita menjadi pribadi manusia yang hidup tanpa tujuan hidup atau bahkan tanpa prinsip hidup sama sekali.

Saya mengenal seseorang teman saya yang menjadi tentara dengan pangkat kopral di sebuah kesatuan di daerah Papua. Motto hidupnya ia jadikan sebagai prinsip hidup. Ia tuliskan motto hidupnya di ruang tamu, kamar bahkan teras rumah dinasnya yang dijadikan kamar. Jika ia memotivasi adik-adik letingnya pasti denga motto yang itu-itu juga.

Saya termasuk orang yang suka menarget. Tidak salah tapi ibaratnya seseorang yang akan menembak sasaran setelah menetapkan target ia harus menyipkan segalanya. Jika sudah membuat target ini yang perlu dilakukan :
1.      Pastikan kita melihat target dengan fokus agar tidak meleset.
Maksudnya kita perlu menetapkan target-target kita secara tepat bukan masih menjadi angan-angan. Jika kita menuliskannya itu lebih baik.
2.      Pastikan kita menembak dengan alat yang tepat, bisa dipakai alis bukan barag yang rusak
Maksudnya kita harus merancang strategi dan segala hal yang kita perlukan untuk mencapai target-target kita
3.      Pastikan jarak kita dan sasaran kita benar-benar terukur, terserah ia jauh atau dekat yang penting bisa terukur.
Maksudnya kita harus bisa mengukur dan melihat secara cermat peluang yang ada dan juga mengatur berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai target itu.
4.      Perhatikan pergerakan angin yang bisa saja membuat tembakan kita menjadi meleset
Maksudnya terkadang ada hambatan, rintangan, dan godaan yang bisa saja membuat kita lupa akan target-target kita
5.      Segera menembak jangan terlalu lama
Maksudnya jika semua sudah dipersiapkan maka segera lakukan langkah-langkah menuju target dengan sesegera mungkin. Karena bisa saja target itu hilang karena telah menjadi milik orang lain. Maka segeralah mengatur strategi baru.

Kebanyakan orang berputus asa ketika telah melakukan upaya maksimal namun kehilangan target karena telah ada yang mencapainya. Tetapi ingat kehilangan target buka berarti kehilanga peluang. Kita boleh beralih target, tentunya dengan perhitungan yang matang. Sehebat-hebatnya mausia membuat teori manajemen, tetap saja takdir Allah itu lebih hebat.

SO…. Jangan pernah berhenti untuk membuat dan menetapkan target. Target Ibadah, Target Amalan, Target Hafalan, Target Study, Target karir, bahkan yang paling penting target MENIKAH. So Sahabat Dokan saya.

MASA LALU/MASA DEPAN



Sejarah memang bisa terulang hanya saja dalam versi yang berbeda.
Jika kita berbicara tentang masa depan, gambarannya begitu sempit dan sulit diperkirakan. Namun sebuah kata motivasi dari Mario teguh yang sangat menggugah hati kita semua tentang masa depan. “jika kita tidak mengetahui masa depan maka segalanya akan mungkin di masa depan.”
Maksudnya, Silahkan kita bermimpi tentang masa depan kita, bermimpilah yang hebat karena semuanya bisa saja mungkin, namun ingat semua itu dari Allah. Semua itu adalah takdir Allah.

Sekarang kita bahas tentang masa lalu. Teorinya Kita adalah masa lalu bagi orang lain dan orang lain adalah masa lalu bagi kita. Masa lalu adalah tempat untuk belajar bukan tempat untuk bekerja. Jam kerja itu bergerak maju bukan bergerak mundur. Toh kenyataannya waktu itu terus berjalan dan tak akan pernah kembali. Interaksi kita dengan orang lain di masa lalu sangat berpengaruh dalam pola pikir dan tindakan kita di masa yang akan datang.

Sedikit saya belajar tentang dunia penjara. Sebuah tempat dengan gerak terbatas. Penjara sebenarnya berasal dari kata PENJERA. Tempat membuat orang jera berbuat kesalahan. Sekarang disebut Lapas (Lembaga Permasyarakatan). Yang berkembang saat ini bukan lagi bahasa napi (narapidana) namun menjadi Warga Binaan. Karena Lapas saat ini melakukan pendekatan bukan pada segi hukuman fisik namun lebih kepada pembinaan mental dan spiritual bahkan pembinaan wirausaha.

Mengapa wirausaha???? Karena jika kita ingin berwirausaha kita tidak akan dimintai SKCK. Hukumnya Mantan Napi tak akan pernah bisa jadi Pegawai Negeri secerdas dan sehebat apapun dia nantinya.

Justifikasi masyarakat terhadap keburukan manusia di masa lalu seakan permanen. Padahal justifikasi tersebut bisa membuat seseorang kembali pada masa lalu yang kelam. Beri kesempatan. Kita mungkin takkan pernah lupa Soekarno pernah dipenjara, Imam Ahmad bin Hambal pernah dipenjara, Ibnu Sina pernah dipenjara, Sayyid Qutb pernah dipenjara, Nabi Yusuf As pernah dipenjara.

Lalu masa lalu dalam kasus yang lain. Setiap kita yang menikah maka kita memiliki masa lalu dan pasangan kita juga memiliki masa lalu. Jika kita memang memiliki visi yang besar untuk dibangun bersama lalu mengapa masih terjebak dengan masa lalu. Buktikan cinta dengan membawa pasangan kita kepada masa depan yang lebih indah. Mario teguh pernah bilang “Katakan pada pasangan anda : Aku tahu dia masa lalumu. Lupakan masa lalumu dan marilah bersamaku menuju masa depan. Karena Aku adalah masa depanmu.”

Saya rasa Islam telah memberikan solusi dan pelajaran. Kisah-kisah dalam Al Qur’an mengajarkan banyak hal kepada kita. Syariat juga telah memberikan jalan ada Qiyamul lail, Duha, Istikhoroh dan lain-lain. Bagaimana kita bisa mengatakan keburukan ini menimpaku karena Allah mentakdirkan demikian sedangkan jalan ikhtiarnya belum sempurna.
Pak Mario Teguh juga pernah bilang : “Takdir Tuhan itu semuanya baik hanya saja ada yang rasanya enak ada juga yang tidak enak.”
Yup, semangat. Lupakan masa lalu gapai masa depan gemilang…..!