Pernahkah
kita melihat seseorang yang jahat berubah menjadi baik atau orang baik menjadi
jahat. Yah. Lagi-lagi justifikasi. Banyak yang mengecap orang jahat akan
selamanya jahat dan yang baik akan selamanya baik. Secara tidak langsung kita
telah menutup kesempatan orang untuk berubah. Yang benar adalah tidak ada orang
jahat yang permanen dan tidak ada orang baik yang permanen.
Bagi
yang menyadari akan mengatakan tak ada manusia di dunia ini yang luput dari
dosa dan kesalahan. Tak ada manusia di dunia ini yang pernah bebas dari pernah
menzholimi orang lain. Kita tak pernah tahu hati siapa yang pernah kita sakiti.
Permasalahannya dimana jiwa kita? Apakah jiwa kita ini kita bawa dalam proses
perbaikan diri ataukah menjadi jiwa-jiwa yang terpenjara dalam keburukaan
sebelumnya dan tak pernah move on dalam kebaikan.
Sama
dengan saya, saya pun bukan makhluk sempurna. Tulisan ini sama sekali tidak
berniat mengajari hanya sebagai sebuah refleksi dari apa yang saya lihat dan
rasakan selama ini. Jiwa-jiwa terpenjara itu nampak ketika ia tidak semakin
memperbaiki diri. Justru merasa kotor dan tak akan pernah bersih. Lalu tugas
siapa untuk menolong mereka yang jiwa-jiwanya terpenjara menjadi jiwa yang
bebas dan kembali pada kefitrahan.
Pernahkah
kita memikirkan perasaan seorang pendosa besar ketika ia ingin berubah namun
sulit rasanya. Apalagi jika ia masih bujangan. Setiap orang menginginkan jodoh
yang baik walaupun ia sadar bahwa dirinya belum baik. Yang dirasakannya adalah
kegundahan seakan kehilangan kepantasan pada dirinya. Kegundahan yang sama yang
kadang menggoda seorang hamba untuk memenjarakan jiwanya dalam kurungan
syaitan. Berat…
Siapa
bilang taubat itu mudah? Sesudah taubat maka urusan beres. Ternyata belum.
Bahkan tak ada seorang pendosa pun yang bertaubat yang tahu apakah taubatnya
diterima oleh Allah atau tidak. Harapan dan harapan terus di sampaiakan dalam
setiap doanya. Yang sudah bertaubat saja masih galau lalu bagaimana yang tidak
bertaubat?
Ya,
Benar. Taubat itu harus diikuti dengan perbaikan diri. Perbaikan diri inilah
yang sulit. Ya, karena lingkungan masih ada yang membicarakan keburukannya yang
bisa saja membuat jiwanya kembali terpenjara. Disinilah ujian taubat
sebenarnya. Jika ia bisa senantiasa memperbaiki diri. Proses panjang itu
sendiri yang akan merubah imejnya sehingga menutupi masa kelamnya dulu.
Ujian
kedua pun tiba. Namun saya sulit menuliskan sebuah kesimpulan sehingga membuka
peluang kepada pembaca untuk menyampaikan pendapatnya yang Insya Allah membuka
jiwa-jiwa yang terpenjara itu.
Jika
ada mantan pendosa besar, ia mantan pemabuk, mantan pezina, mantan pembunuh
lalu ia bertaubat dan memperbaiki dirinya selama bertahun-tahun. Apakah ia
pantas mendapat pendamping hidup yang sholeh atau sholehah?