Jumat, 07 Agustus 2015

MEREKA TIDAK ADA BEDANYA DENGAN KITA TAMAN SYURGA DI BALIK JERUJI BESI (Part 2)

Saya lupa persis tanggalnya tetapi saat itu Bulan Ramadhan 1425 H/2005 M. Saya juga lupa sekalian untuk meralat tulisan saya sebelumnya. Lapas itu kelas IIA bukan IA Abepura. Saat itu lapas untuk penanggulangan kasus narkoba belum ada jadi semua narapidana se-kota dan kabupaten Jayapura numpuk di sana. Saya lupa persisnya jumlah narapidana saat itu. Jumlah yang beragama Islam sekitar 60-an. Mungkin pembaca bingung, saya berbuat kejahatan apa bisa sampai di sana? Hehehe…. Kita lanjutkan cerita ketika di masjid yang lalu.
Saat itu sekelompok mahasiswa muslim yang biasanya disebut aktivis dakwah kampus sedang mentoring. Saya ikut nimbrung. Ternyata orang yang sedang memberikan mentoring kepada adik tingkatnya itu adalah sekretaris Lembaga Dakwah Kampus dari sebuah kampus yang sangat terkenal di Kota Jayapura. Saya diajak untuk mengikuti safari ramadhan LDK di Lapas Abepura. Kenapa saya bilang di part 1 saya hanya sebentar di sana, ya karena saya hanya mengikuti safari Ramadhan LDK tersebut padahal saya masih SMA. Dan saya gak nginap ya.
Rasa penasaran melimuti diri saya ketika memasuki gerbang pertama lapas Abepura. Terbayang oleh saya napinya sangar-sangar, seram-seram, sipir penjaranya juga kejam-kejam. Ternyata tidak juga. Saya yang waktu itu ikut kakak-kakak LDK memasuki pintu kecil yang hanya berukuran 1,5 x 0,5 m. Lalu mengisi buku kunjungan, menitipkan Hp, tas kami diperiksa dan kami diberi kartu kunjungan. Kata sipirnya “dek, kartunya jangan sampai hilang, kalau hilang kamu nginap disini.”
Memasuki pintu kedua kami memperlihatkan kartu kunjungan lalu kami melewati pagar besi yang tinggi ditemani sipir penjara memasuki wilayah warga binaan. Saya melihat taman yang indah, bunga-bunga berwarna-warni. Kami terus mengikuti sipir sampai tiba di masjid. Nama masjidnya bagus sekali. Masjid At-Tarbiyah yang artinya pendidikan atau pembinaan. Istilah napi saat itu sudah mulai diperhalus dengan istilah warga binaan. Memang disini mereka seharusnya di bina agar menjadi baik. Mungkin mereka jahat sebelumnya namun mereka butuh kesempatan untuk berubah.
Saya duduk dengan seorang anak muda, bercerita bersama. Salah satunya paham dengan ilmu agama. Saya antusias mendengarkan obrolan. Lalu acara Safari Ramadhan dan buka puasa bersama di mulai. Saya baru tahu bahwa yang tadi ngomong adalah salah satu napi di sana ketika namanya dipanggil oleh Mc. Dia yang membaca Al-Qur’an dan subhanallah bacaannya bagus banget. Sambutan-sambutan hingga pada waktu ceramah. Yang ceramah adalah Ustadz Abdul Majid. Saya masih ingat benar isi ceramahnya. Surah Al-Imran ayat: 133-136.
Dan bersegaralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.

Ada kisah tentang pembunuh 99 orang yang ingin bertaubat. Dikisahkan seorang pemuda bertemu seorang pemuka agama untuk curhat tentang kegelisahan artinya. Ada niat untuk berubah. Ada harapan agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Didatangi pemuka agama tersebut, ia sampaikan apa yang sudah dilakukan. Ia bertanya apakah Allah mau menerima taubatnya? Pemuka agama tersebut menjawab bahwa dosa membunuh adalah dosa benar. Terlalu banyak dosanya. Allah tidak akan mengampuni. Pembunuh ini merasa kesal dan malah membunuh pemuka agama tadi maka genaplah 100 orang. Lalu didatangi pemuka agama yang lain dengan pertanyaan yang sama. Namun jawabannya berbeda. Jawaban yang menyejukkan hati. “Allah maha penerima taubat selama hambanya ingin berubah menjadi lebih baik. Namun jika engkau masih di sini aku khawatir engkau akan kembali pada dosa lamamu. Di sana ada sebuah kampung orang yang sholih-sholih. Pergilah ke kampung itu dan ikuti apa yang mereka kerjakan.”
Kita tahu cerita selanjutnya pemuda ini mati di tengah perjalanan dan Allah mengampuninya, menerima taubatnya atas langkah-langkahnya memulai perubahan pada kebaikan. Posisi pemuda ini bukan lagi pada niat namun sudah pada tahapan tekad. Ia sudah memulai langkahnya pada perubahan.
Ustadz Abdul Majid menyampaikan agar kita merubah cara pandang kita. Pemuka agama yang pertama melihat pemuda tersebut pada sisi pendosa namun pemuka agama yang kedua melihat pada sisi taubatnya. Sebuah dadu akan memiliki makna yang berbeda tergantung dari sisi mana ia dilihat. Ada yang bilang angka 1 ada yang bilang angka 6 tergantung sisi dadu sebelah mana yang ia lihat. Begitupun tentang cara kita memandang diri kita sendiri dan diri orang lain. Berpikirlah bahwa saya orang yang banyak salah dan perlu banyak bertaubat. Mengapa banyak bertaubat karena kita sebagai manusia sering lalai, lupa sehingga bisa berbuat dosa baik sadar maupun tidak sadar. Bahkan setelah selesai sholatpun kita beristighfar. Padahal sholat itu ibadah lo. Karena sholat kita pun masih banyak lalainya. Kadang tidak khusyuk, rukuknya kurang benar, lupa rokaat atau malah lupa sholat.
Jujur dalam hati saya, semua orang berpotensi salah karena dalam diri manusia ada nafsu plus juga mendapat godaan syaitan dari luar. Bedanya mungkin kita aja yang selamat oleh Allah masih menghirup udara bebas. Tapi mereka apes, ketahuan, dilaporkan, dituntut dan dipenjara. Memang jalan hidup tiap orang berbeda-beda. Saya pun masih teringat kata-kata Aa’ Gym yang terpatri dalam diri saya “kita dibilang baik bukan karena kita baik, tetapi Allah yang baik karena menutupi aib kita”. Kita tidak ada bedanya dengan mereka. Hamba Allah juga kan?
(bersambung…..)
Nantikan Part 3. Golongan-golongan Syaitan

Rabu, 05 Agustus 2015

TAMAN SYURGA DI BALIK JERUJI BESI

Subhanallah…. Ungkapan pertama yang saya ucapkan ketika pertama kali masuk ke sebuah tempat yang hanya dimasuki oleh orang-orang tertentu yang umumnya orang mengatakannya”jahat”. Tapi mengapa ungkapan saya subhanallah. Karena dibalik tembok yang tinggi ada sebuah lapangan luas yang dipinggirnya ada tanaman yang sedang berbunga dengan indahnya. Sedikit merubah pandangan saya. Kalau di film-film jeruji besi seperti kandang yang temboknya ialah kombinasi beton dan besi. Ada memang. Kawan-kawan menyebutnya dengan istilah sel.
Di Jayapura saya tinggal di Komplek perumahan BTN Kamkey Blok H. No. 148. Saya berani nyebut aja alamat rumah saya karena rumah di alamat tersebut sudah dijual Tahun 2007. Setiap berangkat ke sekolah ataupun bermain ke rumah teman atau kabur main ke hutan di atas gunung, saya sering melewati sebuah bangunan dengan tembok yang sangat tinggi. Terbersit dahulu seperti apa di dalamnya. Saya dan teman-teman sering menyebutnya lembaga. Padahal lembaga itu maknanya luas. Tapi saya dan orang-orang di sekitar itu biasa menyebutnya dengan sebutan lembaga.
Tahun 2005 saat saya SMA kelas III saya baru tahu nama panjangnya tembok tinggi itu. Namanya Lembaga Permasyarakatan Kelas I A Abepura. Disingkat Lapas Abepura. Yang tinggal di sana di sebut napi alias narapidana itupun saya ketahui setelah menonton acara di televise yang ada “bang napi”nya. Jadi teringat pesannya “Ingat, kejahatan bisa terjadi bukan karena ada niat pelakunya namun juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah!.”
Apa hubungannya saya dengan Lapas Abepura? Penasaran. Ini cerita bagaimana aku bisa sering keluar masuk di sana. Pertama kali masuk tahun 2005 tapi gak lama keluar, tahun 2006 masuk lagi itu juga gak lama keluar, tahun 2008 juga gak lama, tahun 2009 pernah nyampe sebulan, dan terakhir tahun 2014 sempat pamitan sama mereka di dalam sana.
Dari mereka yang di dalam sana, saya termotivasi untuk memperbaiki diri, memahami perasaan orang lain, memahami arti penyesalan, walaupun gak semua tobat beneran setidaknya saya berkhusnuzhon ada cara-cara Allah untuk menunjukkan hidayah kepada mereka juga saya. Ingat film dalam mihrab cinta kan. Copet yang niatnya mencuri malah diminta jadi guru ngaji malah taubat jadi ustadz beneran. Inilah jalan Allah. Intinya khusnuzhon dulu.
Kisah ini dimulai ketika kelas III SMA semester 1 ketika pulang sekolah saya melihat ada lingkaran kecil mahasiswa yang sedang asyik diskusi di Masjid di dekat sekolah saya. Saya yang waktu itu sedang pakai seragam pramuka (karena disana itu seragam hari sabtu) menghampiri dan mencoba bergabung dengan kakak-kakak mahasiswa. Saya yang punya rasa ingin tahu sangat tinggi ingin banyak bertanya. Diskusi pun terjadi, sesekali kami serius sesekali kami tertawa. Terasa teduh. Aku tidak tahu bahwa hari itu adalah hari dimana aku akan berkenalan dengan orang-orang dibalik tembok derita itu.

(bersambung…..)