Sabtu, 21 Maret 2015

Berpikir dan Iman





 Dahulu saya punya dosen yang mengatakan bahwa dirinya tidak suka jika ilmu-ilmu barat dikaji dan dicari kesesuaiannya dengan dalil Al Qur'an. Seakan AL Qur'an hanya menjadi pembenaran. Bahkan beliau mengatakan umat Islam saat ini tidak mengkaji. Umat Islam hanya ngecap setiap hasil Ilmu Pengetahuan dengan mengatakan "ini loh ada dalam Al Qur'an". 
Ust. Umar Faruq, M. Fil.I. Mengatakan bahwa dahulu semakin ilmuan mempelajari segala ilmu makin bertambah iman mereka. mereka belajar matematika makin bertambah iman mereka. 
Akhir-akhir ini saya senang mendengarkan konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Ust. Budi Ashari, Lc. Ia memiliki konsep mencoba mengembalikan pendidikan seperti masa keemasan Islam dulu. Diawali dengan penanaman Iman dan Al Qur'an di anak usia dini. Jika ilmu berangkat dari Al Qur'an, Insya Allah bertambah imannya. Contoh coba cermati ayat ini.

 
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (Q.S. Al Mukminun, 23:3)

Coba kita ingat-ingat berapa ilmu yang kita pelajari sejak kita sekolah samapai sekarang. Ada kan ilmu yang gak kepake. 

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya[683], dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya[684], tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir. (Yunus, 10:24)

Sampai disini kita mulai berpikir bagaimana proses turunnya hujan dan air sebagai sumber kehidupan. Di ayat lain.
 

untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (Q.S Qaf, 50:11)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa hari kebangkitan pasti ada sebagaimana tanah yang kering menumbuhkan tumbuhan setelah ditetesi air. Ada keimanan muncul disini. Sayangnya hanya sedikit yang meresapinya. 

Thanks to All of My friends and My Teachers

 Aku selalu ingat kata-kata kalian:


Arief Hidayat : Berbesar hati akhi! Semua jalan hidup ada hikmahnya.

Abdul Wahid : Menikahi orang yang kau cintai itu boleh saja, tetapi yang wajib adalah mencintai orang kau nikahi. Jangan terlalu pusing memikirkan yang sudah menjadi hak Allah. Banyak cara Allah memisahkan dua orang jika memang ia tidak berjodoh. Dan banyak cara Allah menyatukan dua orang jika memang berjodoh.

Utsman Syayyaf : Dimanapun antum berada kita adalah bersaudara. Tingkatkan kualitas antum maka antum juga akan memperoleh yang berkualitas.

Rifadli Kadir : Antum gak perlu mikirin antum AB1 atau AB2. Antum tetaplah anggota KAMMI.

Badria : Jangan nyakitin diri sendiri. Buat sesuatu yang luar biasa.

Novita Mulyanita : Kita pernah sakit lalu sehat, sedih lalu senang, jatuh terus bangkit. Maka apalah yang harus ditakuti. Karena tak ada yang bener-benar mati. Tuhan menciptakan kita untuk terus hidup walau sudah tak berjasad.

Diah Nuraini : Hal indah yang pernah hilang dalam hidup, tetapi selalu ada di dalam hati. Persahabatan dan cinta.

Rizza Mar’atus Sholihah : Jangan merasa seakan dirimu yang paling berat bebannya di dunia ini. Masih banyak orang yang jauh lebih berat beban hidupnya namun bisa tetap tegar. Jangan galau.

Ahmad Yusron : Kamu harus jadi orang besar pak sigit. Kamu harus berhasil pak sigit. Di balik pria yang berhasil terdapat mantan yang menyesal.

Riyanto : Semangat Senpai, Semoga bisa buat UKM INKAI di STAIN Jayapura

Ust. Dadi Waluyo : Tidak dikatakan seseorang itu ikhlas jika masih merasa sakit, tidak dikatakan sabar jika ia masih merasa gelisah

Ust. Dudi : Apa yang antum peroleh selama ini jadikan sebagai pengalaman dan pelajaran. Semoga antum bisa terapkan ketika antum kembali ke Jayapura

Ust. Agus Sudrajat : Luruskan niat antum, belajar sungguh-sungguh. Lupakan masa lalu anggaplah itu musibah yang menimpa antum. Saya melihat ada potensi dalam diri antum yang masih tersimpan namun belum keluar. Semoga potensi itu ialah potensi kebaikan yang bisa berkembang.

Ust. Wibowo : Saya doakan semoga apa yang antum ucapkan hari ini (tahun 2009) untuk S2 dan menikah akan dikabulkan oleh Allah.

Dr. Hamim Ilyas, MA : Sigit ini punya potensi yang tidak terlihat. Mungkin ia akan berubah menjadi lebih baik jika sudah menikah

Ir. H. Rustan Saru, MM : Git, doakan selalu mamamu setiap hari. Kirimkan Al Fatihah buat mamamu.

Ustadzah Firsandy Librianty : Semangat dan Istiqomah seperti antum yang dulu

Ust. Nur Khoiri : Antum harus kuat dan semangat. Masa tampang roker tapi hati dangdut

SIAPA PERMAISURI HATIKU



Mungkin ia bukan orang yang aku kenal sebelumnya. Mungkin ia orang yang tak pernah kulihat. Mungkin ia bukan orang yang sempurna. Mungkin juga ia bukan orang yang selalu kusebut namanya dalam doa. Mungkin ia juga bukan orang yang pernah aku cintai sebelumnya. Hanya sebuah keyakinan bahwa semua diniatkan sebagai ibadah.

Gila. Mungkin ada yang mengatakan bagaimana bisa menikah tanpa cinta. Jawabannya salah. Karena menikah di awal cinta bukan menikah setelah mencinta. Cinta yang baru direncanakan mulai ditanam disaat kalimat sakral itu selesai diucapkan. Maka cinta itu tumbuh dalam keberkahan Allah. Cinta yang tumbuh disirami oleh doa’-doa’ para sahabat dan kawan-kawan yang menghadiri momen bahagia itu.

Apakah mungkin cinta yang tumbuh dalam keberkahan Allah itu bisa mati? Manusia mungkin bisa mati tetapi cinta itu tak akan mati. Ingatkah kita pada Rasulullah SAW yang tetap mencintai Khadijah walaupun jasad Khadijah telah menyatu dengan tanah.

Jodoh itu sekufu. Maka aku bercermin diri. Siapa saya? Seberapa besar keyakinanku pada Allah? Sudah baikkah aku? Sudah istiqomahkah ibadahku? Sudah cukupkah ilmuku? Sudah cukupkah Ma’isyahku? Sudah beranikah aku menjadi saraf pusat dalam organ tubuh keluarga? Sudah siapkah aku bila dihisab di akhirat memikul sebuah amanah ditandai sebuah kalimat yang menggoncang arsy? Inilah jawaban yang harus kujawab sebelum aku melangkah mengambil fase kehidupan yang begitu luar biasa.  

MOTIVATOR HEBAT ITU ADALAH WANITA



Sering kali bapakku mengirim sms padaku agar aku tidak terburu-buru menikah. Bapakku menyuruhku belajar dari perjalanan pernikahan pertama bapak dan mamaku.

Aku memulai perjalananku ke tempat dimana bapakku tumbuh sebagai anak-anak dan remaja. Kota Bandung. Siapa bapakku dulu aku ketahui dari kerabat yang ada di Bandung. Saya mencoba memahami karakter kerabat-kerabat saya yang berdarah sunda ini. Hingga tahu sejarah bapak saya ke Bandung setelah wafatnya Eyang Abah di Kebumen. Bapak saya tidak menyelesaikan pendidikannya di IKIP Bandung. Bapak saya memilih merantau ke Jayapura. Pilihan yang jarang diambil orang sunda. Kecuali yang baru-baru ini terjadi di Jayapura ekspansi orang Sunda yang jualan batagor dan Siomay di Jayapura.

Kini aku sedang kuliah di tanah dimana mamaku dibesarkan. Kota yang berbudaya. Istimewa karena gubernurnya adalah raja. Yogyakarta. Aku buka lembaran demi lembaran album foto tua untuk melihat masa kecil mama saya. Mama yang luar biasa bertanggung jawab sebagai kakak. Mamaku anak pertama. Ia memutuskan untuk berhenti dari kuliahnya di APMD dan merantau ke Jayapura.

Mamaku diterima PNS duluan. Waktu bapakku wawancara penerimaan PNS yang menjadi panitia di ruang wawancara itu adalah mamaku. Setelah menjadi PNS bapakku nembak mamaku dan diterima. Bapakku berani ngapel ke rumah om dari mamaku. Hingga suatu saat om melihat bapakku mengimami sholat ibuku. Seusai sholat om (aku manggilnya Mbah zein) meminta bapakku untuk menikah dengan mamaku.

Dengan mahar seperangkat alat sholat tanpa cincin emas dan hanya dilakukan di KUA tanpa pelaminan apalagi resepsi. Sah juga pernikahan yang sederhana ini. Setelah menikah bapakku sangat rajin bekerja. Mengontrak rumah kecil di bantaran kali klofkamp keluarga kecil ini mulai menjalani kehidupannya.

Bapakku memiliki karir yang meningkat, banyak teman. Pernah menjadi kasubag. Ada motivator dibelakangnya. Ialah mamaku. Mamaku ialah ibu rumah tangga yang hebat, pegawai yang disiplin, entrepreneur yang dahsyat. Saat saya dewasa saya baru paham bahwa mamaku punya gaji, bapakku punya gaji, kok masih jualan gorengan. Ternyata untuk membiayai kuliah adiknya di Jogja.

Disiplinnya bapakku adalah atas motivasi dari mamaku. Apa yang saya dapatkan saat ini atas motivasi dari mamaku. Mungkin kita menyangka kata-kata motivasi itu seperti kata-kata penuh semangat seperti Mario Teguh. Cara mamaku memotivasi adalah dengan menepoki (maaf bingung mencari kosakata penggantinya) aku sebelum aku lelep tertidur sambil mengucapkan harapan-harapan. “Jadilah anak sholeh le, jadilah Sarjana le, jadilah guru le, jadilah orang besar le. Mama pengen melihatmu sukses dan menikah. Mama pengen disampingmu saat kamu menikah le.”

Cara lain mamaku memberikan motivasiku adalah dengan memperdengarkanku doa-doanya yang panjang sepanjang magrib sampai Isya yang isinya untukku. “Ya Rabb, berilah kesehatan buat anak hamba, lindungi anak hamba, jadikan anak hamba menjadi anak yang sholeh, yang pinter yang berbakti pada orang tua. Jadikan anak hamba satu-satunya ini menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang. Jika hamba tidak selalu mendampinginya, berilah petunjuk padanya jika ia salah dan bawalah ia kembali pada jalanMu.”

Wanita memang memiliki kemuliaan. Ia adalah sumber kekuatan dari laki-laki. Ia adalah penyubur potensi sekaligus bisa membunuh potensi dari seorang laki-laki. Wanita mencapai puncak kemuliaan itu ketika ia menjadi Ibu. Ialah motivator dalam keluarga. Mungkin ia tidak pandai bicara, tak pandai beretorika namun kata-katanya berasal dari hati.